Konferensi Pers Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual


Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual menggelar Konferensi Pers melaporkan kasus Kekerasan Seksual yang terjadi di Universitas Mulawarman (Unmul), sekaligus mendesak Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS), untuk mempercepat proses kasus kekerasan seksual yang telah bergulir pada 2 Oktober 2023 lalu.

Kasus kekerasan seksual terus meningkat, melalui catatan data Dinas  Kependudukan,  Pemberdayaan Perempuan,  dan  Perlindungan Anak  (DKP3A) Kalimantan Timur sepanjang tahun  2023, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Kaltim  didominasi dua  hal,  yaitu  kekerasan  seksual sebanyak 425 kasus  dan  kekerasan  fisik sebanyak 551 kasus data ini beriringan. Kota Samarinda menduduki  peringkat tertinggi  dengan  angka kekerasan  perempuan  dan  anak,  yaitu  494  kasus. Dalam  lima  tahun  terakhir  kekerasan  perempuan dan  anak  di  Kaltim terus meroket mencapai 1.108 kasus. Hal ini menandakan bahwa Kaltim, khususnya Kota Samarlnda merupakan wilayah darurat kekerasan perempuan dan anak.

Dalam situasi tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil Anti KS yang terdiri dari Savrinadeya Support Group, LBH Samarinda, serta Civitas Akademika Unmul yang tengah memperjuangkan hak-hak salah satu korban kekerasan seksual, dengan menggalang dukungan terhadap kasus yang sejak 6 September 2023 telah di perjuangkan dalam basis-basis terkecil yang berhasil dihimpun untuk menyingkirkan kejahatan seksual yang terjadi terhadap banyak korban.  

Adapun kasus KS tersebut dilakukan oleh pelaku  berinisial  AP (24) merupakan  Mahasiswa Universitas Mulawarman angkatan 2019 yang terlibat dalam komunitas kesusastraan dan seni di kota Samarinda, yakni Komunitas Menuju Rubanah, Malam Puisi Samarinda  di  tahun  2018,  dan  pernah  menerbitkan antologi  puisi  berjudul Memoar Tangan-tangan Beku.

Salama  kasus  ini  berjalan,  terdapat sebanyak  10 terduga  korban, adapun sebanyak 6 terduga korban yang berani melaporkan  diri  kepada Savrinadeya Support Group,  namun 4 terduga korban tidak dapat dijangkau akibat traumatik yang berat dan memilih tidak melaporkan  diri. Adapun 2 terduga korban lainnya mengalami Kekerasan Berbasis gender  Online  (KBGO), berada  di luar  Pulau  Kalimantan. Pendamping juga memberikan tindakan pemulihan bagi setiap korban yang melapor.

Savrinadeya Support Group mengungkapkan berbagai macam modus  AP, dalam melakukan aksi kekerasan seksual terhadap sejumlah korban. “Modusnya seperti merespon storygram ke setiap calon-calon korban, pendekatan pemanfaatan ekonomis, pembagian cerita sedih, pemanfaatan relasi kuasa dalam ruang relasi intelektual, dan lain sebagainya,” ucap Erick Julian selaku pendamping korban, pada Sabtu 24 Februari 2024.

Dalam penelusuran, tim menemukan bentuk dalam hubungan yang terindikasi sebagal bentuk kekerasan seksual yang mengacu dalam Permendikbud 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, yaitu:

1. Menggunakan  pola  manipulatif:  membagikan cerita sedih,  pemanfaatan ekonomi  meyakinkan pertemuan  dalam  rumah  terduga  pelaku, menjanjikan pernlkahan dan victim blaming

2. Pelecehan    Verbal:    meletakkan    poslsl    perempuan    (dalam    hal   lnl

stereotype)

3. Love Bombing

4. Pemaksaan (merayu dan membujuk) Penetrasi

5. Kekerasan Pslkologis

6. Gaslighting

7. Kekerasan Flsik

8. Membujuk melakukan aktlvltas seksual

9. Membujuk melakukan aktivitas Anal Sex

10. KBGO:   Ancaman   penyebaran   sex   tape   dan   penyebaran   sex   tape

(Revenge Porn)

11. Melakukan kontak fislk tanpa consent

Selain itu, penanganan kasus tersebut berjalan sangat lambat. Mengingat, sejumlah korban juga membutuhkan penanganan lebih lanjut terhadap mental dan psikisnya.

“Untuk saat ini, kondisi korban naik turun. Kami sudah melakukan beberapa penanganan seperti bantuan dari psikiater, untuk membantu proses pemulihan korban,” kata Erick.

Lebih lanjut, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual juga menyoroti kinerja yang dilakukan oleh Satgas PPKS Unmul, saat menggali keterangan terhadap korban terdapat pernyataan yang tidak layak dilontarkan.

“Mereka tidak sesuai dengan SOP, ada pertanyaan yang dilontarkan seperti “Sakit ga, kalau sakit berarti AP tidak jago?,” ucap Erick menirukan kalimat tersebut.

Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Mulawarman Nomor 216/UN17/HK.02.03/2024 telah memutuskan penonaktifan status kemahasiswaan pelaku selama enam bulan (satu semester).

Direktur LBH Samarinda, Fathul Huda Wiyashadi menyebut bahwa, kasus ini sudah sangat fatal. Jika hanya skorsing dengan masa perkuliahan saja tidak cukup. Kampus harus bertindak tegas. “Kasus seperti ini ya harus di-drop out (DO) pelakunya, jika pelaku terbukti melakukan kekerasan seksual dengan tingkatan yang cukup berat, maka pelaku tidak berhak mendapatkan ijazah dari kampus,” tegas Fathul.

Menurut Fathul, kasus ini tidak menutup kemungkinan, dapat masuk ke ranah pidana. Ia mengarisbawahi jika tindakan yang dilakukan koalisi ini, merupakan suatu bentuk kepedulian kepada Universitas Mulawarman serta Satgas PPKS Unmul, untuk segera menyelesaikan kasus kekerasan seksual yang ada di dalam kampus.

Adapun empat tuntutan yang diajukan kepada Universitas Mulawarman adalah: 

1. Implementasikan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 dan Undang-Undang TPKS

2. Berikan Hak-Hak Pemulihan Korban

3. Awasi kerja-kerja Satgas PPKS di universitas

4. Sanksi tegas pelaku kekerasan seksual

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *